Penjernian air secara fisika
Rabu, 23 November 2016
JOURNAL HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU ASUH DENGAN PELAKSANAAN TOILET TRAINING SECARA MANDIRI PADA ANAK USIA TODLER DI TPA CITRA RSU RAJAWALI CITRA BANTUL
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU ASUH DENGAN
PELAKSANAAN TOILET TRAINING SECARA MANDIRI
PADA ANAK USIA TODLER DI TPA CITRA
RSU RAJAWALI CITRA BANTUL
Istichomah
ABSTRACT
Independence of taking care pattern is treatment which is given for child
in order to conduct the activity by itself or meagerly other aid. To make a toilet
training, eat and wearing dress by itself is started at 2 – 4 years old. The
biggest influence during the child growth at 5 th years in its life accurred in
family. Mother has an important role forming of child personality, althought the
child willingness will follow to determine its growth process. Through the social
interaction process, the child will get knowledge, values, attitudes and important
behaviour in its participation of the society is called socialization. Toiled training
is processes to control defecate and urinate in places which have been
determine. Toiled training method of uses timing method, the child introduced to
potty chair and asked to sit above in using dressing complete. Then the child
asked to discharge its own underwear and sit above potty chair during 5 – 10
minutes. At the same time, mother gives clarification that now the child has to
pass at the potty chair not in underwear. If the child can do it, mother can give
paise or gift, but on the other hand mother may not angry ang punish him.
Timing method is effective for the children of owning schedule regularly.
Keyword : mother’s knowledge, toilet training independence
Istichomah, S.Kep, Ns, dosen Prodi Ilmu Keperawatan Surya Global Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi
pada anak. Karena pertama, anak kali pertama berinteraksi dengan ibunya
(dan anggota keluarga lain); kedua pengalaman dini belajar anak (terutama
sikap sosial) awal mula diperoleh di dalam rumah dan ketiga, keluarga
sesuai peran dan fungsinya diidentikan sebagai tempat pengasuhan yang
didalamnya mencakup proses sosialisasi yang sekaligus bertanggung
jawab untuk menumbuh-kembangkan anggota keluarganya, dengan tidak
boleh mengabaikan faktor nilai, norma dan juga tingkah laku yang
diharapkan baik dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih
luas (masyarakat)
Anak adalah amanat Sang Pencipta pada orang tua, keluarga dan
masyarakat. Ia harus dibimbing dan dipelihara sebagai aset masa depan.
Wajah masa depan sebuah negeri dapat dilihat dari bagaimana kualitas
anak-anak masa kini.
Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat memengaruhi
kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai
serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya
pengaruh televisi, buku dan media massa.
Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam memengaruhi
perkembangan dan pembentukan karakter anak. Sebenarnya, lingkungan
kedua dan ketiga dapat dikontrol pengaruhnya jika lingkungan pertama
yakni orang tua-dalam hal ini keluarga-mampu memaksimalkan
perhatiannya terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak.
Kita sangat paham bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam
penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orang
tua dan para pendidik (guru).
Hal yang menyebalkan sekaligus menggemaskan buat orangtua
ketika anaknya buang air kecil atau buang besar di lantai yang sudah
bersih. Atau pipis di kasur yang kain penutupnya bare diganti dengan yang
bersih dan wangi. Akibatnya, cucian bekas ompol menumpuk yang seakanakan
menghantui Anda, karena tumpukan itu tidak pemah berkurang. Kalau
bukan karena sayang anak dan sadar risiko menjadi orangtua ingin marahmarah
terus rasanya.
Usia 3 Tahun Masih Wajar Kebiasaan mengompol pada anak di
bawah usia 2 tahun merupakan hal yang wajar, bahkan ada beberapa anak
yang masih mengompol pada usia 4-5 tahun dan sesekali terjadi pada anak
7 tahun. Anak di bawah usia 2 tahun mengompol karma belum
sempumanya kontrol kandung kemih atau toilet trainingnya.
Ada beberapa penelitian dan literatur yang menyebutkan kira-kira
setengah dari anak umur 3 tahun masih mengompol. Bahkan beberapa ahli
menganggap bahwa anak umur enam tahun masih mengompol itu wajar,
walaupun itu hanya dilakukan oleh sekitar 12 % anak umur 6 tahun. Tapi,
bukan berarti anak tidak diajarkan bagaimana cara benar untuk buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) yang benar dan di tempat yang tepat
bukan? Karena kita juga harus memperhitungkan masa sekolah anak, di
mana biasanya ketika sudah bersekolah ada tuntutan bagi anak untuk tidak
lagi pipis sembarangan.
Apabila anak sejak usia 2 bulan tidak mampu diajarkan toilet training,
tidak ada salahnya anak diajarkan saat usia 1 tahun. Perlu diingat anak
pada usia 1 tahun mengalami fase anal. Pada fase ini anak mencapai
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kepuasan melalui bagian anus. Fase kepuasan ini berhubungan dengan
kebersihan dan jadwal kedisiplinan.
Jadi, seorang anak minimal sudah diajarkan sejak usia 1 tahun. Bila
anak diajarkan ketika berusia lebih dari 3 tahun dikhawatirkan akan agak
susah mengubah perilaku anak. Selain itu, bila anak sudah lebih dari 3
tahun belum mampu untuk toilet training, boleh jadi ia mengalami
kemunduran. Karena pada saat usia 1 sampai 3 tahun ia belum mampu
melakukan buang air sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan. Akibatnya, anak bisa menjadi bahan cemoohan temantemannya.
Anak usia 4 tahun yang tidak mampu BAK atau BAB sesuai waktu
dan tempat yang telah disediakan boleh dianggap kurang wajar. Tetapi
pada usia tiga tahun masih dianggap wajar bila BAK atau BAB di celananya.
Namun begitu, bukan berarti orangtua membiarkan saja. Berilah pengertian
pada anak bahwa cara yang dilakukan tidaklah tepat.
Masalah kemandirian anak BAK dan BAB boleh dikatakan tidak ada
perbedaan antara anak wanita dan laki-laki. Biasanya anak wanita lebih
penurut, maka ia akan lebih cepat diajarkan untuk toilet training dibanding
anak laki-laki. Namun demikian untuk mengajarkan toilet training pada lakilaki
pun harus bisa.
II. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis data adalah survey deskriptif analitik
B. Populasi dan sample
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak didik di Taman
Penitipan Anak Citra Rumah Sakit Umum (RSU) Rajawali Citra
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Banjardadap, Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta kelompok usia
0-6 tahun, yang bertempat tinggal di wilayah sekitar keberadaan Rumah
Sakit. Jumlah populasi adalah 61 anak, sedangkan jumlah sampel yang
diambil dalam penelitian ini sebanyak 44 anak (72,13 %) .
C. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada orang tua anak didik untuk kemudian dilakukan proses editing,
tabulating, dan coding
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan analisis deskriptif variabel, maka ditampilkan distribusi frekuensi
yang ditampilkan dalam beberapa tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi menurut Kelompok Umur :
Usia Pria % Wanita %
24 – 29 bulan 5 11,36 4 9,09
30 – 35 bulan 10 22,73 12 27,27
36 – 41 bulan 6 13,64 7 15,91
Jumlah 21 47,73 23 52,27
Berdarkan table 1 diketahui responden pria sebanyak 21 anak atau
47,73% dan wanita 23 anak atau 52,27%, dan terbagi dalam kelompok umur
24 – 29 bulan sebanyak pria sebanyak 5 anak dan wanita 4 anak, umur 30 –
35 bulan 10 anak pria dan 12 anak wanita, dan umur 36 – 41 bulan ada 6
anak pria dan 7 anak wanita.
Tabel 2. Sikecil memberi isyarat khusus saat ingin buang air
Keterangan n %
Selalu memberi tahu 30 68,18
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Menangis, namun ia melakukannya 10 22,73
Tidak ada, setelah dicek, dan sudah buang air 4 9,09
Jumlah 44 100
Menurut tabel 2, anak usia 24 bulan hingga 41 bulan sudah memberi
isyarat khusus ingin buang air hal ini ditunjukkan besarnya responden
sebanyak 30 anak atau 68,18%. Hanya 9,09% saja atau 4 anak yg belum
bisa memberikan isyarat khusus ingin buang air besar.
Tabel 3. Popok/pampers sikecil sudah harus ganti, namun orang tua
sangat sibuk untuk sementara sikecil duduk dengan popok kotornya,
reaksi si anak
Keterangan N %
Gelisah dan bahkan menangis, baru tenang
setelah diganti popoknya
6 13,64
Gerak-geriknya menunjukkan kegelisahannya,
namun ia tidak mengeluh
15 34,09
Tidak peduli, aslkan saya bias mengalihkan
perhatiannya dengan mainan
23 52,27
Jumlah 44 100
Kesibukan orang tua menurut tabel 3 tidak mempedulikan tentang
popok/pampers yang sudah saatnya diganti sehingga anak gelisah, menangis
sampai popoknya kotor, dari tabel di atas sikap orang tua yang tidak peduli
sebanyak 23 atau 52,27%. Ini menunjukkan sikap orang tua yang belum mau
tanggap terhadap anaknya mungkin karena beranggapan anak sudah
memakai popok/pampers.
Tabel 4. Apakah anak sudah menunjukkan ketertarikan pada toilet?
Keterangan N %
Dia sudah mengerti, jika ke toilet membuka
celana dan duduk di atasnya
28 63,64
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dia mulai mencoba duduk di toilet namun tidak
lebih dari itu
10 22,73
Belum, ia belum mengerti apa-apa 6 13,63
Jumlah 44 100
Berdasarkan tabel 4 anak sudah menunjukkan ketertarikan pada
toilet dan jika ke toilet membuka celana sampai duduk di atas toilet sebanyak
28 anak atau 63,64% sudah mengerti itu, hanya 6 anak atau 13,63% yang
belum mengerti apa-apa.
Tabel 5. Apakah sikecil sudah bisa menurunkan dan menaikkan
celananya sendiri?
Keterangan N %
Sudah, ia sudah bisa 30 68,19
Dia mencoba, namun belum berhasil 9 20,45
Tidak bisa keduanya 5 11,36
Jumlah 44 100
Menurut tabel 5 anak sudah bisa menurunkan dan menaikkan
celananya sendiri, dari 44 responden 30 diantaranya atau 68,19% sudah bisa,
dan ada 5 responden atau 11,36% tidak bisa menurunkan atau menaikkan
celananya sendiri.
Tabel 6. Apakah sikecil mulai meniru gerak-gerik orang tua atau
saudara – saudaranya?
Keterangan N %
Ya 35 79,55
Kadang-kadang 6 13,64
Sepertinya belum 3 6,81
Jumlah 44 100
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Berdasar tabel 6 anak mulai meniru gerak-gerik orang tua atau
saudara-saudaranya, sebanyak 35 anak atau 79,55% mengatakan ya, hanya
3 responden atau 6,81% saja yang belum bisa menirukan.
Tabel 7. Apakah sikecil memiliki kata khusus yang menandakan ia ingin
ke kamar mandi?
Keterangan N %
Ya, dia sudah bisa menyebut “pipis” atau “pup” 26 59,09
Belum secara pasti, selalu berganti-ganti,
paling jelas menunjuk toilet
12 27,27
Tidak sama sekali 6 13,64
Jumlah 44 100
Menurut tabel 7 anak sudah memiliki kata khusus yang menandakan
ingin ke kamar mandi sebanyak 26 responden atau sekitar 59,09% sudah
bisa bilang pipis, pup atau eek, yang tidak sama sekali ada 6 responden atau
sebanyak 13,64%.
IV. KESIMPULAN
Dari teori tentang kesiapan anak untuk belajar toilet training dan dari
pertanyaan-pertanyaan di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
pengetahuan orang tua mempunyai hubungan dengan pelaksanaan toilet
training untuk anak usia 24 bulan sampai dengan 41 bulan secara mandiri.
Kebiasaan-kebiasaan apa yang pernah ditotonkan orang tua atau saudarasaudaranya
bias ditirukan gerakannya oleh anak, seperti kebiasaan ke dalam
toilet melepas dan menaikkan celana hingga duduk di atas toilet.
Pengetahuan orang tuapun sudah memahami dan mengetahui anak tentang
buang airnya bias diperkirakan sampai minta untuk diajari menggunakan
toilet.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Berger and Berger, 1984. The War Over The Family. New York: Anchor
Books
Hurlock, E., 1978. Child Development. Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill
Inc.
Kartini, K., 1995. Psikologi Anak ( Psikologi Perkembangan). Bandung
Mandar Maju.
Mc Cleland, D., 1984. Motives, Personality and Sosiety. New York: Praeger
Megawangi, R., 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan.
Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Rohidi, T., 1994. Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Rohner, R., 1986. Parental Acceptance – Rejection. Hanbook. New York.
Satoto, 1998. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak – Disertasi: Semarang:
Universitas Diponegoro.
Sitorus, F. Agusta. I dan Sutiawan. S. 1998. Sosiologi Umum. Bogor: IPB –
Dokis.
Soerjono, S., 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.
Suprihatin, G., Sumarwan.U.,Hartoyo.,Puspita.H dan Hastuti.D. 1992. Diklat
manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan GMSK.
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN IBU ASUH DENGAN
PELAKSANAAN TOILET TRAINING SECARA MANDIRI
PADA ANAK USIA TODLER DI TPA CITRA
RSU RAJAWALI CITRA BANTUL
Istichomah
ABSTRACT
Independence of taking care pattern is treatment which is given for child
in order to conduct the activity by itself or meagerly other aid. To make a toilet
training, eat and wearing dress by itself is started at 2 – 4 years old. The
biggest influence during the child growth at 5 th years in its life accurred in
family. Mother has an important role forming of child personality, althought the
child willingness will follow to determine its growth process. Through the social
interaction process, the child will get knowledge, values, attitudes and important
behaviour in its participation of the society is called socialization. Toiled training
is processes to control defecate and urinate in places which have been
determine. Toiled training method of uses timing method, the child introduced to
potty chair and asked to sit above in using dressing complete. Then the child
asked to discharge its own underwear and sit above potty chair during 5 – 10
minutes. At the same time, mother gives clarification that now the child has to
pass at the potty chair not in underwear. If the child can do it, mother can give
paise or gift, but on the other hand mother may not angry ang punish him.
Timing method is effective for the children of owning schedule regularly.
Keyword : mother’s knowledge, toilet training independence
Istichomah, S.Kep, Ns, dosen Prodi Ilmu Keperawatan Surya Global Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Keluarga sebagai wahana utama dan pertama terjadinya sosialisasi
pada anak. Karena pertama, anak kali pertama berinteraksi dengan ibunya
(dan anggota keluarga lain); kedua pengalaman dini belajar anak (terutama
sikap sosial) awal mula diperoleh di dalam rumah dan ketiga, keluarga
sesuai peran dan fungsinya diidentikan sebagai tempat pengasuhan yang
didalamnya mencakup proses sosialisasi yang sekaligus bertanggung
jawab untuk menumbuh-kembangkan anggota keluarganya, dengan tidak
boleh mengabaikan faktor nilai, norma dan juga tingkah laku yang
diharapkan baik dalam lingkungan keluarga ataupun lingkungan yang lebih
luas (masyarakat)
Anak adalah amanat Sang Pencipta pada orang tua, keluarga dan
masyarakat. Ia harus dibimbing dan dipelihara sebagai aset masa depan.
Wajah masa depan sebuah negeri dapat dilihat dari bagaimana kualitas
anak-anak masa kini.
Secara umum ada tiga lingkungan yang sangat memengaruhi
kualitas mental dan spiritual anak, yaitu lingkungan keluarga, lingkungan
sekolah, dan lingkungan sosial budaya yang berhubungan dengan nilai-nilai
serta norma-norma yang berlaku di masyarakat, termasuk di dalamnya
pengaruh televisi, buku dan media massa.
Ketiga lingkungan tersebut saling menopang dalam memengaruhi
perkembangan dan pembentukan karakter anak. Sebenarnya, lingkungan
kedua dan ketiga dapat dikontrol pengaruhnya jika lingkungan pertama
yakni orang tua-dalam hal ini keluarga-mampu memaksimalkan
perhatiannya terhadap pengasuhan dan pendidikan anak-anak.
Kita sangat paham bahwa anak adalah makhluk aktif yang tengah dalam
penjelajahan mencari dunianya. Ia membutuhkan pemandu agar ia tidak
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
salah dalam memilih jalan hidupnya. Pemandu itu tidak lain adalah orang
tua dan para pendidik (guru).
Hal yang menyebalkan sekaligus menggemaskan buat orangtua
ketika anaknya buang air kecil atau buang besar di lantai yang sudah
bersih. Atau pipis di kasur yang kain penutupnya bare diganti dengan yang
bersih dan wangi. Akibatnya, cucian bekas ompol menumpuk yang seakanakan
menghantui Anda, karena tumpukan itu tidak pemah berkurang. Kalau
bukan karena sayang anak dan sadar risiko menjadi orangtua ingin marahmarah
terus rasanya.
Usia 3 Tahun Masih Wajar Kebiasaan mengompol pada anak di
bawah usia 2 tahun merupakan hal yang wajar, bahkan ada beberapa anak
yang masih mengompol pada usia 4-5 tahun dan sesekali terjadi pada anak
7 tahun. Anak di bawah usia 2 tahun mengompol karma belum
sempumanya kontrol kandung kemih atau toilet trainingnya.
Ada beberapa penelitian dan literatur yang menyebutkan kira-kira
setengah dari anak umur 3 tahun masih mengompol. Bahkan beberapa ahli
menganggap bahwa anak umur enam tahun masih mengompol itu wajar,
walaupun itu hanya dilakukan oleh sekitar 12 % anak umur 6 tahun. Tapi,
bukan berarti anak tidak diajarkan bagaimana cara benar untuk buang air
kecil (BAK) dan buang air besar (BAB) yang benar dan di tempat yang tepat
bukan? Karena kita juga harus memperhitungkan masa sekolah anak, di
mana biasanya ketika sudah bersekolah ada tuntutan bagi anak untuk tidak
lagi pipis sembarangan.
Apabila anak sejak usia 2 bulan tidak mampu diajarkan toilet training,
tidak ada salahnya anak diajarkan saat usia 1 tahun. Perlu diingat anak
pada usia 1 tahun mengalami fase anal. Pada fase ini anak mencapai
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kepuasan melalui bagian anus. Fase kepuasan ini berhubungan dengan
kebersihan dan jadwal kedisiplinan.
Jadi, seorang anak minimal sudah diajarkan sejak usia 1 tahun. Bila
anak diajarkan ketika berusia lebih dari 3 tahun dikhawatirkan akan agak
susah mengubah perilaku anak. Selain itu, bila anak sudah lebih dari 3
tahun belum mampu untuk toilet training, boleh jadi ia mengalami
kemunduran. Karena pada saat usia 1 sampai 3 tahun ia belum mampu
melakukan buang air sesuai dengan waktu dan tempat yang telah
ditentukan. Akibatnya, anak bisa menjadi bahan cemoohan temantemannya.
Anak usia 4 tahun yang tidak mampu BAK atau BAB sesuai waktu
dan tempat yang telah disediakan boleh dianggap kurang wajar. Tetapi
pada usia tiga tahun masih dianggap wajar bila BAK atau BAB di celananya.
Namun begitu, bukan berarti orangtua membiarkan saja. Berilah pengertian
pada anak bahwa cara yang dilakukan tidaklah tepat.
Masalah kemandirian anak BAK dan BAB boleh dikatakan tidak ada
perbedaan antara anak wanita dan laki-laki. Biasanya anak wanita lebih
penurut, maka ia akan lebih cepat diajarkan untuk toilet training dibanding
anak laki-laki. Namun demikian untuk mengajarkan toilet training pada lakilaki
pun harus bisa.
II. METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis data adalah survey deskriptif analitik
B. Populasi dan sample
Populasi dalam penelitian ini adalah semua anak didik di Taman
Penitipan Anak Citra Rumah Sakit Umum (RSU) Rajawali Citra
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Banjardadap, Potorono, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta kelompok usia
0-6 tahun, yang bertempat tinggal di wilayah sekitar keberadaan Rumah
Sakit. Jumlah populasi adalah 61 anak, sedangkan jumlah sampel yang
diambil dalam penelitian ini sebanyak 44 anak (72,13 %) .
C. Teknik pengumpulan data
Pengumpulan data dilakukan dengan menyebarkan kuesioner
kepada orang tua anak didik untuk kemudian dilakukan proses editing,
tabulating, dan coding
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan analisis deskriptif variabel, maka ditampilkan distribusi frekuensi
yang ditampilkan dalam beberapa tabel sebagai berikut:
Tabel 1. Distribusi Frekuensi menurut Kelompok Umur :
Usia Pria % Wanita %
24 – 29 bulan 5 11,36 4 9,09
30 – 35 bulan 10 22,73 12 27,27
36 – 41 bulan 6 13,64 7 15,91
Jumlah 21 47,73 23 52,27
Berdarkan table 1 diketahui responden pria sebanyak 21 anak atau
47,73% dan wanita 23 anak atau 52,27%, dan terbagi dalam kelompok umur
24 – 29 bulan sebanyak pria sebanyak 5 anak dan wanita 4 anak, umur 30 –
35 bulan 10 anak pria dan 12 anak wanita, dan umur 36 – 41 bulan ada 6
anak pria dan 7 anak wanita.
Tabel 2. Sikecil memberi isyarat khusus saat ingin buang air
Keterangan n %
Selalu memberi tahu 30 68,18
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Menangis, namun ia melakukannya 10 22,73
Tidak ada, setelah dicek, dan sudah buang air 4 9,09
Jumlah 44 100
Menurut tabel 2, anak usia 24 bulan hingga 41 bulan sudah memberi
isyarat khusus ingin buang air hal ini ditunjukkan besarnya responden
sebanyak 30 anak atau 68,18%. Hanya 9,09% saja atau 4 anak yg belum
bisa memberikan isyarat khusus ingin buang air besar.
Tabel 3. Popok/pampers sikecil sudah harus ganti, namun orang tua
sangat sibuk untuk sementara sikecil duduk dengan popok kotornya,
reaksi si anak
Keterangan N %
Gelisah dan bahkan menangis, baru tenang
setelah diganti popoknya
6 13,64
Gerak-geriknya menunjukkan kegelisahannya,
namun ia tidak mengeluh
15 34,09
Tidak peduli, aslkan saya bias mengalihkan
perhatiannya dengan mainan
23 52,27
Jumlah 44 100
Kesibukan orang tua menurut tabel 3 tidak mempedulikan tentang
popok/pampers yang sudah saatnya diganti sehingga anak gelisah, menangis
sampai popoknya kotor, dari tabel di atas sikap orang tua yang tidak peduli
sebanyak 23 atau 52,27%. Ini menunjukkan sikap orang tua yang belum mau
tanggap terhadap anaknya mungkin karena beranggapan anak sudah
memakai popok/pampers.
Tabel 4. Apakah anak sudah menunjukkan ketertarikan pada toilet?
Keterangan N %
Dia sudah mengerti, jika ke toilet membuka
celana dan duduk di atasnya
28 63,64
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dia mulai mencoba duduk di toilet namun tidak
lebih dari itu
10 22,73
Belum, ia belum mengerti apa-apa 6 13,63
Jumlah 44 100
Berdasarkan tabel 4 anak sudah menunjukkan ketertarikan pada
toilet dan jika ke toilet membuka celana sampai duduk di atas toilet sebanyak
28 anak atau 63,64% sudah mengerti itu, hanya 6 anak atau 13,63% yang
belum mengerti apa-apa.
Tabel 5. Apakah sikecil sudah bisa menurunkan dan menaikkan
celananya sendiri?
Keterangan N %
Sudah, ia sudah bisa 30 68,19
Dia mencoba, namun belum berhasil 9 20,45
Tidak bisa keduanya 5 11,36
Jumlah 44 100
Menurut tabel 5 anak sudah bisa menurunkan dan menaikkan
celananya sendiri, dari 44 responden 30 diantaranya atau 68,19% sudah bisa,
dan ada 5 responden atau 11,36% tidak bisa menurunkan atau menaikkan
celananya sendiri.
Tabel 6. Apakah sikecil mulai meniru gerak-gerik orang tua atau
saudara – saudaranya?
Keterangan N %
Ya 35 79,55
Kadang-kadang 6 13,64
Sepertinya belum 3 6,81
Jumlah 44 100
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Berdasar tabel 6 anak mulai meniru gerak-gerik orang tua atau
saudara-saudaranya, sebanyak 35 anak atau 79,55% mengatakan ya, hanya
3 responden atau 6,81% saja yang belum bisa menirukan.
Tabel 7. Apakah sikecil memiliki kata khusus yang menandakan ia ingin
ke kamar mandi?
Keterangan N %
Ya, dia sudah bisa menyebut “pipis” atau “pup” 26 59,09
Belum secara pasti, selalu berganti-ganti,
paling jelas menunjuk toilet
12 27,27
Tidak sama sekali 6 13,64
Jumlah 44 100
Menurut tabel 7 anak sudah memiliki kata khusus yang menandakan
ingin ke kamar mandi sebanyak 26 responden atau sekitar 59,09% sudah
bisa bilang pipis, pup atau eek, yang tidak sama sekali ada 6 responden atau
sebanyak 13,64%.
IV. KESIMPULAN
Dari teori tentang kesiapan anak untuk belajar toilet training dan dari
pertanyaan-pertanyaan di atas maka bisa ditarik kesimpulan bahwa
pengetahuan orang tua mempunyai hubungan dengan pelaksanaan toilet
training untuk anak usia 24 bulan sampai dengan 41 bulan secara mandiri.
Kebiasaan-kebiasaan apa yang pernah ditotonkan orang tua atau saudarasaudaranya
bias ditirukan gerakannya oleh anak, seperti kebiasaan ke dalam
toilet melepas dan menaikkan celana hingga duduk di atas toilet.
Pengetahuan orang tuapun sudah memahami dan mengetahui anak tentang
buang airnya bias diperkirakan sampai minta untuk diajari menggunakan
toilet.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Berger and Berger, 1984. The War Over The Family. New York: Anchor
Books
Hurlock, E., 1978. Child Development. Sixth Edition. New York: Mc Graw Hill
Inc.
Kartini, K., 1995. Psikologi Anak ( Psikologi Perkembangan). Bandung
Mandar Maju.
Mc Cleland, D., 1984. Motives, Personality and Sosiety. New York: Praeger
Megawangi, R., 1999. Membiarkan Berbeda. Bandung: Mizan.
Peraturan Pemerintah RI No. 21 Tahun 1994 tentang Penyelenggaraan
Pembangunan Keluarga Sejahtera.
Rohidi, T., 1994. Pendekatan Sistem Sosial Budaya dalam Pendidikan.
Semarang: IKIP Semarang Press.
Rohner, R., 1986. Parental Acceptance – Rejection. Hanbook. New York.
Satoto, 1998. Pertumbuhan dan Perkembangan Anak – Disertasi: Semarang:
Universitas Diponegoro.
Sitorus, F. Agusta. I dan Sutiawan. S. 1998. Sosiologi Umum. Bogor: IPB –
Dokis.
Soerjono, S., 1982. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: CV Rajawali.
Suprihatin, G., Sumarwan.U.,Hartoyo.,Puspita.H dan Hastuti.D. 1992. Diklat
manajemen Sumberdaya Keluarga. Bogor: Jurusan GMSK.
JOURNAL PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI KEHAMILAN TERHADAP PEMELIHARAAN TEKANAN DARAH IBU HAMIL DI PUSKESMAS PUNDONG BANTUL
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI KEHAMILAN
TERHADAP PEMELIHARAAN TEKANAN DARAH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS PUNDONG BANTUL
Istichomah, S.Kep.Ns
ABSTRACT
Hipertensi kehamilan adalah salah satu gangguan vascular tang terjadi pada saat
kehamilan atau pada saat ibu postpartum. Paa hipertensi kehamilan terjadi
peningkatan tekanan darah yang disebabkan karena berbagai hal antara lain
karena disfungsi endotel yang menyebabkan gangguan hemodinamik atau
sirkulasi. Hipertensi kehamilan akan meningkat prevalensinya pada ibu
primigaravida, usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua, kehamilan ganda,
riwayat hipertensi sebelumnya, pendidikan yang rendah dan pendapatan yang
rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan kesehatan
tentang hipertensi kehamilan terhadap peningkatan tekanan darah ibu hamil.
Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan perancangan Statistic Group
Comparison post test kelompok control dan eksperimen. Tehnik sampling yang
digunakan adalah incidental. Jumlah sample penelitian ini adalah 30 orang
responden, masing – masing 15 responden untuk kelompok control dan 15
responden untuk kelompok eksperimen. Hasil penelitian diuji Chi Square dengan
tingkat kepercayaan α = 95% atau 0,05 dan hasilnya adalah Ho diterima dan Ha
ditolak.
Dri hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan
tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hail. Saran
dari peneliti diharapkan pendidikan kesehatan terus dilakukan untuk mencegah
terjadinya hipertensi kehamilan.
Keywords = Hipertensi, ibu hamil
Istichomah, S.Kep, Ns, dosen Prodi Ilmu Keperawatan Surya Global Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu yang begitu besar banyak disebabkan karena
kurangnya pengetahuan mengenai tanda – tanda kehamilan, usia hamil
yang terlalu muda atau terlalu tua, pendidikan yang rendah, pendapatan
keluarga yang rendah selain itu juga aspek medis juga sangat berpengaruh
dalam meningkatnya angka kematian ibu melahirkan, selain itu penyebab
kematian ibu yang cukup penting di Indonesia adalah pre eklamsi-eklamsi
(PE-E) selain pendarahan dan sepsis. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Angka kejadian pre eklamsi di
Indonesia 3,4% - 8,5%. PE – E juga didapatkan risiko persalinan premature
2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan
mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI akibat
PE – E adalah dengan menurunkan angka kejadian PE – E. Angka kejadian
dapat diturunkan dengan upaya pencegahan, pengamatan dini dan
terapi.(cit Sudhaberata, 2000)
Gejala awal dari PE – E adalah naiknya tekanan darah pada saat
kehamilan, hingga mencapai 140/90 mmHg atau peningkatan sebesar 30
mmHg untuk sistol atau 15 mmHg untuk diastole. Peningkatan tekanan
darah pada ibu hamil merupakan hal yang wajar terjadi pada wanita hamil.
Prevalensi terjadinya hipertensi kehamilan menjadi meningkat pada
kelompok tertentu yaitu pada primigravida yang berusia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, wanita dengan hipertensi kronik, dan wanita
yang mempunyai social ekonomi rendah. (Reeder dkk, 1997)
Seorang perawat harus memahami hal – hal yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu hamil terutama mengenai kepercayaan dan
kebiasaan hidupnya. Faktor dari diri sendiri (internal) dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak. Faktor dari dalam antara lain
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
latar belakang pendidikan, persepsi tentang kesehatan, emosional, dan
spiritual. Sementara faktor dari dalam antara lain kebiasaan keluarga, sosial
ekonomi, dan kebudayaan. (Potter dan Perry dkk, 1995)
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti melalui
wawancara pada tujuh orang hamil, lima diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah hingga mencapai lebih dari 140 mmHg. Dari
wawancara tersebut diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil
mengeluhkan adanya pusing – pusing, cepat lelah dan kaki yang
membengkak.
Berdasarkan hal – hal di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan
suatu penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi
kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil di Puskesmas
Pundong Bantul 2004
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan yaitu “
Adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Kehamilan
Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil Di Puskesmas Pundong
Bantul 2004 “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang
hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil di
Puskesmas Pundong bantul 2004
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang hipertensi kehamilan
b. Meningkatkan pemahaman tentang hipertensi kehamilan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2004 di Puskesmas Pundong
Bantul
B. Populasi dan sample
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mempunyai
tekanan darah sistolik 100 mm Hg dan diastolic minimal 70 mm Hg yang
memeriksakan diri di Puskesmas Pundong Bantul 2004
2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah randominasi
sample yang mengambil sebanyak 30 orang ibu hamil yang mempunyai
tekanan darah minimal 100 mmHg untuk sistolik dan 70 mmHg untuk
diastolic, 15 orang ibu hamil dijadikan kelompok kontrol dan 15 orang ibu
hamil diberikan perlakuan atau eksperimen berupa pendidikan
kesehatan.
C. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan
data diperoleh dengan mengisi lembar observasi yang berisi data diri ibu
hamil.
D. Instrumen penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian berupa stetoskop,
sphygmomanometer, leaflet.
E. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Dummy table dan untuk
analisanya dengan menggunakan Uji Chi Square
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pendidikan kesehatan tentang
hipertensi terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil terhadap 30 orang
responden didapatkan hasil sebagai berikut :
1. usia
pada kelompok control sebagian besar (46,7%) ibu hamil berusia antara
25 – 29 tahun, usia 20 – 24 tahun (26,7%), dam lebih dari 30 tahun 26,7%
table 1. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Usia Kelompok Kontrol Di
Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
20 -24 4 26,7
25 – 29 7 46,7
30 < 7 26,7
Jumlah 15 100
Table 2. Distribusi Ibu Hamil Kelompok Eksperimen Berdasarkan Usia Di
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
20 -24 4 26,7
25 – 29 8 53,3
30 < 3 20
Jumlah 15 100
2. Pendidikan
Pada kelompok control sebagian ibu hamil berpendidikan SMP (53,3%)
dan yang berpendidikan S1 tidak ada (0%).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Table 3. Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan Kelompok Kontrol
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
SMP 8 53,3
SMU 7 46,7
PT 0 0
Jumlah 15 100
3. Pekerjaan
Pada kelompok control sebagian besar (86,7 %) ibu hamil bekerja sebagai
ibu rumah tangga (IRT), yang lainnya bekerja sebagai buruh.
Table 4. Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan Kelompok Kontrol
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Pekerjaan Frekuensi Prosentase
IRT 9 60
Buruh 2 13,3
Dagang 2 13,3
Tani 1 6,6
Jumlah 15 100
4. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Kehamilan Terhadap
Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil
Tabel 5. Distribusi Pemeliharaan Tekanan Darah Hamil Kelompok Kontrol
Di Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Pemeliharaan tekanan
darah
Frekuensi Prosentase
Terpelihara 9 60
Meningkat 6 40
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Jumlah 15 100
5. Pengaruh Pemahaman Tentang Hipertensi Kehamilan Terhadap
Pemeliharaan Ibu Hamil
Tabel 6. Pengaruh Pemahaman Ibu Hamil Terhadap Pemeliharaan
Tekanan Darah di Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Evaluasi Terpelihara Meningkat
Paham 9 2
Kurang paham 3 1
Jumlah 12 3
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. sebanyak 80 % ibu hamil setelah diberikan pendidikan kesehatan paham
tentang hipertensi kehamilan
2. tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan
terhadap terpeliharanya tekanan darah ibu hamil.
3. tidak ada pengaruh pemahaman ibu hamil tentang hipertensi kehamilan
terhadap terpeliharanya tekanan darah ibu hamil.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
V. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, ( 1998 ) Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar Offset
Yogyakarta
Burroughs, ( 2001 ) Maternity Nursing : An introductory Text, 8th ed Philadelphia:
WB Saunders Company.
Depkes RI, (2000) Angka Kematian Ibu dan Anak Masih Tinggi di ASEAN, Jurnal
Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta
Doenges dkk, (2001) Rencana Keperawatan Maternal dan Bayi, EGC, Jakarta
Gilbert dan Harmon, (1995) Manual of High Risk Pregnancy And Delivery,
California
Guyton, (1999), Buku Ajar Fisiologi, Edisi XIV, EGC, Jakarta.
Hamilton, (1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Kozier, (1995) Fundamental Of Nursing : Consepts, Process, and Practice, 5th ed,
California: Cumming Publissing Company
Notoatmodjo, (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
Potter dan Perry dkk, (1997) Maternity Of Nursing : Concepts, Process, and
Practice, 4th ed, Philadelpia : WB Saunders Company
Prawirohardjo, (2001), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Reader, dkk, (1997) Maternity Of Nursing 18th ed, Philadelpia, WB Saunders
Company
Sumhaberata, (2000) Profil Penderita Preeklamsi-Eklamsi, Artikel Kesehatan
Reproduksi, Jakarta
Wilopo, (2003) Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi di Indonesia Masih Tinggi
Swaranet, www.klinikpria.com
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENGARUH PENDIDIKAN KESEHATAN TENTANG HIPERTENSI KEHAMILAN
TERHADAP PEMELIHARAAN TEKANAN DARAH IBU HAMIL
DI PUSKESMAS PUNDONG BANTUL
Istichomah, S.Kep.Ns
ABSTRACT
Hipertensi kehamilan adalah salah satu gangguan vascular tang terjadi pada saat
kehamilan atau pada saat ibu postpartum. Paa hipertensi kehamilan terjadi
peningkatan tekanan darah yang disebabkan karena berbagai hal antara lain
karena disfungsi endotel yang menyebabkan gangguan hemodinamik atau
sirkulasi. Hipertensi kehamilan akan meningkat prevalensinya pada ibu
primigaravida, usia ibu hamil yang terlalu muda atau terlalu tua, kehamilan ganda,
riwayat hipertensi sebelumnya, pendidikan yang rendah dan pendapatan yang
rendah. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pendidikan kesehatan
tentang hipertensi kehamilan terhadap peningkatan tekanan darah ibu hamil.
Jenis penelitian ini adalah Quasi Eksperimen dengan perancangan Statistic Group
Comparison post test kelompok control dan eksperimen. Tehnik sampling yang
digunakan adalah incidental. Jumlah sample penelitian ini adalah 30 orang
responden, masing – masing 15 responden untuk kelompok control dan 15
responden untuk kelompok eksperimen. Hasil penelitian diuji Chi Square dengan
tingkat kepercayaan α = 95% atau 0,05 dan hasilnya adalah Ho diterima dan Ha
ditolak.
Dri hal ini dapat disimpulkan bahwa tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan
tentang hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hail. Saran
dari peneliti diharapkan pendidikan kesehatan terus dilakukan untuk mencegah
terjadinya hipertensi kehamilan.
Keywords = Hipertensi, ibu hamil
Istichomah, S.Kep, Ns, dosen Prodi Ilmu Keperawatan Surya Global Yogyakarta
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Angka kematian ibu yang begitu besar banyak disebabkan karena
kurangnya pengetahuan mengenai tanda – tanda kehamilan, usia hamil
yang terlalu muda atau terlalu tua, pendidikan yang rendah, pendapatan
keluarga yang rendah selain itu juga aspek medis juga sangat berpengaruh
dalam meningkatnya angka kematian ibu melahirkan, selain itu penyebab
kematian ibu yang cukup penting di Indonesia adalah pre eklamsi-eklamsi
(PE-E) selain pendarahan dan sepsis. Penyakit ini diklasifikasikan sebagai
hipertensi yang diinduksi oleh kehamilan. Angka kejadian pre eklamsi di
Indonesia 3,4% - 8,5%. PE – E juga didapatkan risiko persalinan premature
2,67 kali lebih besar, persalinan buatan 4,39 kali lebih banyak, dan
mempunyai kecenderungan lebih tinggi untuk mendapatkan bayi dengan
berat badan lahir rendah. Salah satu upaya untuk menurunkan AKI akibat
PE – E adalah dengan menurunkan angka kejadian PE – E. Angka kejadian
dapat diturunkan dengan upaya pencegahan, pengamatan dini dan
terapi.(cit Sudhaberata, 2000)
Gejala awal dari PE – E adalah naiknya tekanan darah pada saat
kehamilan, hingga mencapai 140/90 mmHg atau peningkatan sebesar 30
mmHg untuk sistol atau 15 mmHg untuk diastole. Peningkatan tekanan
darah pada ibu hamil merupakan hal yang wajar terjadi pada wanita hamil.
Prevalensi terjadinya hipertensi kehamilan menjadi meningkat pada
kelompok tertentu yaitu pada primigravida yang berusia kurang dari 20
tahun atau lebih dari 35 tahun, wanita dengan hipertensi kronik, dan wanita
yang mempunyai social ekonomi rendah. (Reeder dkk, 1997)
Seorang perawat harus memahami hal – hal yang dapat
mempengaruhi kesehatan ibu hamil terutama mengenai kepercayaan dan
kebiasaan hidupnya. Faktor dari diri sendiri (internal) dapat mempengaruhi
bagaimana seseorang berpikir dan bertindak. Faktor dari dalam antara lain
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
latar belakang pendidikan, persepsi tentang kesehatan, emosional, dan
spiritual. Sementara faktor dari dalam antara lain kebiasaan keluarga, sosial
ekonomi, dan kebudayaan. (Potter dan Perry dkk, 1995)
Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan peneliti melalui
wawancara pada tujuh orang hamil, lima diantaranya mengalami
peningkatan tekanan darah hingga mencapai lebih dari 140 mmHg. Dari
wawancara tersebut diketahui bahwa sebagian besar ibu hamil
mengeluhkan adanya pusing – pusing, cepat lelah dan kaki yang
membengkak.
Berdasarkan hal – hal di atas, maka peneliti bermaksud mengadakan
suatu penelitian tentang pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi
kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil di Puskesmas
Pundong Bantul 2004
B. Masalah Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas masalah yang dapat dirumuskan yaitu “
Adakah Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Kehamilan
Terhadap Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil Di Puskesmas Pundong
Bantul 2004 “
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Diketahuinya pengaruh pemberian pendidikan kesehatan tentang
hipertensi kehamilan terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil di
Puskesmas Pundong bantul 2004
2. Tujuan khusus
a. Meningkatkan pengetahuan ibu hamil tentang hipertensi kehamilan
b. Meningkatkan pemahaman tentang hipertensi kehamilan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
II. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan mulai bulan Februari 2004 di Puskesmas Pundong
Bantul
B. Populasi dan sample
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang mempunyai
tekanan darah sistolik 100 mm Hg dan diastolic minimal 70 mm Hg yang
memeriksakan diri di Puskesmas Pundong Bantul 2004
2. Sampel
Teknik sampling yang digunakan pada penelitian ini adalah randominasi
sample yang mengambil sebanyak 30 orang ibu hamil yang mempunyai
tekanan darah minimal 100 mmHg untuk sistolik dan 70 mmHg untuk
diastolic, 15 orang ibu hamil dijadikan kelompok kontrol dan 15 orang ibu
hamil diberikan perlakuan atau eksperimen berupa pendidikan
kesehatan.
C. Teknik pengumpulan data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Pengumpulan
data diperoleh dengan mengisi lembar observasi yang berisi data diri ibu
hamil.
D. Instrumen penelitian
Alat yang digunakan untuk penelitian berupa stetoskop,
sphygmomanometer, leaflet.
E. Pengolahan dan Analisa Data
Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan Dummy table dan untuk
analisanya dengan menggunakan Uji Chi Square
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
III. HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian pengaruh pendidikan kesehatan tentang
hipertensi terhadap pemeliharaan tekanan darah ibu hamil terhadap 30 orang
responden didapatkan hasil sebagai berikut :
1. usia
pada kelompok control sebagian besar (46,7%) ibu hamil berusia antara
25 – 29 tahun, usia 20 – 24 tahun (26,7%), dam lebih dari 30 tahun 26,7%
table 1. Distribusi Frekuensi Ibu Hamil Menurut Usia Kelompok Kontrol Di
Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
20 -24 4 26,7
25 – 29 7 46,7
30 < 7 26,7
Jumlah 15 100
Table 2. Distribusi Ibu Hamil Kelompok Eksperimen Berdasarkan Usia Di
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
20 -24 4 26,7
25 – 29 8 53,3
30 < 3 20
Jumlah 15 100
2. Pendidikan
Pada kelompok control sebagian ibu hamil berpendidikan SMP (53,3%)
dan yang berpendidikan S1 tidak ada (0%).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Table 3. Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan Kelompok Kontrol
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Usia Frekuensi Prosentase
SMP 8 53,3
SMU 7 46,7
PT 0 0
Jumlah 15 100
3. Pekerjaan
Pada kelompok control sebagian besar (86,7 %) ibu hamil bekerja sebagai
ibu rumah tangga (IRT), yang lainnya bekerja sebagai buruh.
Table 4. Distribusi Frekuensi Menurut Pendidikan Kelompok Kontrol
Puskesmas Pundong Bantul Februari-April 2004
Pekerjaan Frekuensi Prosentase
IRT 9 60
Buruh 2 13,3
Dagang 2 13,3
Tani 1 6,6
Jumlah 15 100
4. Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Hipertensi Kehamilan Terhadap
Pemeliharaan Tekanan Darah Ibu Hamil
Tabel 5. Distribusi Pemeliharaan Tekanan Darah Hamil Kelompok Kontrol
Di Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Pemeliharaan tekanan
darah
Frekuensi Prosentase
Terpelihara 9 60
Meningkat 6 40
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Jumlah 15 100
5. Pengaruh Pemahaman Tentang Hipertensi Kehamilan Terhadap
Pemeliharaan Ibu Hamil
Tabel 6. Pengaruh Pemahaman Ibu Hamil Terhadap Pemeliharaan
Tekanan Darah di Puskesmas Pundong Bantul Februari – April 2004
Evaluasi Terpelihara Meningkat
Paham 9 2
Kurang paham 3 1
Jumlah 12 3
IV. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan yang telah diuraikan
sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
1. sebanyak 80 % ibu hamil setelah diberikan pendidikan kesehatan paham
tentang hipertensi kehamilan
2. tidak ada pengaruh pendidikan kesehatan tentang hipertensi kehamilan
terhadap terpeliharanya tekanan darah ibu hamil.
3. tidak ada pengaruh pemahaman ibu hamil tentang hipertensi kehamilan
terhadap terpeliharanya tekanan darah ibu hamil.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
V. DAFTAR PUSTAKA
Azwar, ( 1998 ) Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Pustaka Pelajar Offset
Yogyakarta
Burroughs, ( 2001 ) Maternity Nursing : An introductory Text, 8th ed Philadelphia:
WB Saunders Company.
Depkes RI, (2000) Angka Kematian Ibu dan Anak Masih Tinggi di ASEAN, Jurnal
Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta
Doenges dkk, (2001) Rencana Keperawatan Maternal dan Bayi, EGC, Jakarta
Gilbert dan Harmon, (1995) Manual of High Risk Pregnancy And Delivery,
California
Guyton, (1999), Buku Ajar Fisiologi, Edisi XIV, EGC, Jakarta.
Hamilton, (1995) Dasar-Dasar Keperawatan Maternitas, edisi 6, EGC, Jakarta
Kozier, (1995) Fundamental Of Nursing : Consepts, Process, and Practice, 5th ed,
California: Cumming Publissing Company
Notoatmodjo, (1997) Ilmu Kesehatan Masyarakat, Rineka Cipta, Jakarta
Potter dan Perry dkk, (1997) Maternity Of Nursing : Concepts, Process, and
Practice, 4th ed, Philadelpia : WB Saunders Company
Prawirohardjo, (2001), Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternal Dan
Neonatal, Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo, Jakarta
Reader, dkk, (1997) Maternity Of Nursing 18th ed, Philadelpia, WB Saunders
Company
Sumhaberata, (2000) Profil Penderita Preeklamsi-Eklamsi, Artikel Kesehatan
Reproduksi, Jakarta
Wilopo, (2003) Angka Kematian Ibu Melahirkan dan Bayi di Indonesia Masih Tinggi
Swaranet, www.klinikpria.com
JOURNAL HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU AMBARAWA TAHUN 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HUBUNGAN PEMBERIAN IMUNISASI BCG DENGAN KEJADIAN
TUBERKULOSIS PARU PADA ANAK BALITA DI BALAI
PENGOBATAN PENYAKIT PARU-PARU
AMBARAWA TAHUN 2007
Oleh : Erni Murniasih dan Livana
ABSTRACT
.
Background: Penyakit TB paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Prevalensi TB paru dari tahun ke tahun di kabupaten
Semarang tetap tinggi meskipun strategi penanganan yang diterapkan relatif
sama, yaitu pencegahan dengan imunisasi. Penemuan penderita dan
pengobatan dengan strategi DOT atau pengobatan dengan pengawasan minum
obat secara langsung. Pencegahan dengan imunisasi merupakan tindakan
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar. Imunisasi terhadap penyakit TB adalah imunisasi Bacillus Calmette
Guerin (BCG) yang telah diwajibkan di beberapa negara dan direkomendasikan
di beberapa negara lainnya. Penyakit TB banyak terjadi pada anak balita di
kabupaten Semarang padahal anak balita tersebut sebagian besar sudah
divaksinasi BCG. Berdasarkan hal tersebut peneliti melakukan penelitian ini
dengan tujuan mengetahui hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan
kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penelitian ini dilaksanakan tanggla 14 Mei-12 Juni 2007.
Methods: Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Control (retrospektif) yang
bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian TB Paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru
Ambarawa. Penentuan sampel secara Non Random Sampling jenis sampling
jenuh. Subyek penelitian (responden) pada semua anak balita yang sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru Ambarawa. Jumlah
sampel sebanyak 94 responden (47 kasus dan 47 kontrol). Pengumpulan data
dilakukan dengan mengisi kuisioner yang berbentuk pertanyaan tertutup yang
diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi sampel.
Result : Hasil uji statistik dengan menggunakan Rasio Odss (Ψ) dengan interval
kepercayaan 95% dan didapatkan hasil OR: 0,489. Hal ini berarti adanya
hubungan antara pemberian imunisasi BCG dengan kejadian TB Paru.Dengan
demikian pemberian imunisasi BCG dapat mengurangi resiko terjadinya TB Paru
pada anak balita.
Kata kunci: Imunisasi BCG, kejadian TB Paru.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
PENDAHULUAN
Latar Belakang Masalah
Penyakit Tuberkulosis (TB) paru sampai saat ini masih menjadi masalah
kesehatan masyarakat. Perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
menunjukkan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi kuman TB dengan
sekitar 9 juta kasus baru Tuberkulosis setiap tahun. Artinya ada satu orang yang
terinfeksi kuman Mycobacterium Tuberkulosis setiap detik. Kematian yang
disebabkan oleh penyakit Tuberkulosis sekitar 1,6 juta per tahun (Moedjiono,
2007; WHO 2006). Selain itu TB membunuh 1 juta wanita dan 100.000 anak
setiap tahunnya. Tidak kurang dari 583.000 penderita paru dengan 262 BTA
positif dan 140.000 kematian terjadi akibat tuberkulosis pertahun. Pada anak
terdapat 450.000 anak usia di bawah 15 tahun meninggal dunia karena
Tuberkulosis (WHO, 2003). Karena itulah pada tahun 1993 WHO
mencanangkan keadaan darurat global untuk penyakit Tuberkulosis (WHO,
1994).
Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 di Indonesia
menunjukkan bahwa Tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga
setelah kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua golongan
usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. Dalam pola penyakit
tuberkulosis menempati urutan ketujuh dengan prevalensi 4,2/1000 penduduk.
Sedangkan survei lain menunjukkan bahwa prevalensi Tuberkulosis Paru
dengan BTA positif sebesar 2,5% yaitu suatu angka yang cukup tinggi karena di
seluruh dunia Pravelensi Tuberkulosis Paru sebesar 0,01% (Misnadiarly, 1994).
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pada tahun 1994 – 1995 diperkirakan di Indonesia terdapat 1,3 juta kasus
tuberkulosis baru pada anak di bawah usia 15 tahun dan merupakan 5 – 15%
seluruh kasus TB (Santoso, 1994).
Pada tahun 2006 angka temuan kasus baru (Case Detection Rate/CDR)
di Indonesia sebesar 74% atau didapati 174.704 penderita baru dengan
BTA/Basal Tahan Asam positif. Angka kesembuhannya (Sucses Rate/SR) 89%.
Hal ini melampaui target global, yaitu CDR 70% dan SR 85%. Angka kejadian
tuberkulosis menurun dari 128/100.000 penduduk pada tahun 1999 menjadi
107/100.000 penduduk pada tahun 2005. Dalam kenyataannya angka kejadian
itu tidak sama untuk seluruh Indonesia, dimana angka kejadian di Sumatera
160/100.000 penduduk, Jawa 107/100.000 penduduk, Yogyakarta/Bali
64/100.000 penduduk, dan kawasan Indonesia timur (Kalimantan, Sulawesi,
NTB, NTT, Maluku, dan Papua) 210/100.000 penduduk (Depkes RI, 2007).
Pada tahun 2001 sampai dengan 2004 Prevalensi TB Paru di Kabupaten
Semarang sebesar 2,8% dan pada tahun 2005 menurun sedikit menjadi 2,4%
(Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005,2006), tetapi belum mencapai
target yang ditetapkan WHO yaitu sebesar 0,01%. Prevalensi TB Paru di
Kabupaten Semarang dari tahun ketahun tetap tinggi meskipun strategi
penanganan yang diterapkan relatif sama, yaitu pencegahan dengan Imunisasi
(Expanded Programme on Imunization), penemuan penderita (Case Detection)
dan pengobatan dengan strategi DOTS (Directly Observed Treatment
Shortcourse) atau pengobatan dengan pengawasan minum obat secara
langsung.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Pencegahan dengan Imunisasi atau vaksinasi merupakan tindakan yang
mengakibatkan seseorang mempunyai ketahanan tubuh yang lebih baik,
sehingga mampu mempertahankan diri terhadap penyakit atau masuknya kuman
dari luar (Roitt, 1997). Vaksinasi terhadap penyakit tuberkulosis adalah vaksinasi
Bacillus Calmette-Guerin (BCG), yang telah diwajibkan di 64 negara dan
direkomendasikan di beberapa Negara lainnya (Briassoulis , 2005). Indonesia
telah melaksanakan vaksinasi BCG sejak tahun 1952.
Dari tahun 1952 sampai 1978 vaksinasi BCG diberikan secara dini
(segera sesudah lahir). Dengan adanya Program Pengembangan Imunisasi
(PPI), pada tahun 1978 waktu pemberiannya diubah menjadi BCG secara lambat
(pada umur 3 bulan), meskipun belum ada kesatuan pendapat antara para klinisi
dan pemerintah. Pada tahun 1990 PPI mengubah pemberian vaksinasi BCG
menjadi segera setelah lahir (dini) kembali (Lanasari, 1990).
Infeksi TB banyak terjadi pada anak – anak yang sejak semula
menghasilkan uji Mantoux positif tetapi tetap divaksinasi BCG, sehingga
kemungkinan diantara mereka sudah menderita TB sebelum divaksinasi. Kini
diakui vaksinasi BCG setidaknya dapat menghindarkan terjadinya TB paru berat
pada anak, tuberkulosis milier yang menyebar keseluruh tubuh dan meningitis
tuberkulosis yang menyerang otak, yang keduanya bisa menyebabkan kematian
pada anak (Depkes RI, 2001,2002b).
Jika dilihat angka Nasional dari hasil Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia (SKDI) tahun 2002 – 2003 cakupan Imunisasi BCG telah mencapai
target yaitu sebesar 82,5%. Hasil studi pendahuluan di Balai Pengobatan
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 12 Mei 2007, diperoleh data bahwa
pada tahun 2006 di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa terdapat
426 anak yang menderita Tuberkulosis dan pada tanggal 12 Mei 2007 terdapat 5
anak balita yang menderita Tuberkulosis paru dan 3 anak balita yang tidak
menderita Tuberkulosis Paru, dimana dari 8 anak balita tersebut, 7 anak balita
sudah diberikan imunisasi BCG dan 1 anak balita tidak diberikan imunisasi BCG
dan anak balita tersebut tidak menderita TB Paru. Berdasarkan masalah diatas
penulis berminat untuk melakukan penelitian mengenai hubungan pemberian
imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Berdasarkan latar belakang
masalah yang telah diuraikan diatas maka rumusan masalah ini adalah :
“Apakah ada hubungan pemberian Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis
paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa?”
Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini yaitu diketahuinya hubungan pemberian
Imunisasi BCG dengan kejadian tuberkulosis paru pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan tujuan khususnya
adalah : Pertama, diketahuinya data Imunisasi BCG pada anak balita di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, diketahuinya kejadian
tuberkulosis paru pada anak balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
METODE PENELITIAN
Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian Non Eksperimen dengan design
penelitian studi komparatif yang bersifat Case Kontrol (Retrospektif), yaitu
penelitian yang berusaha melihat kebelakang, artinya pengumpulan data dimulai
dari efek atau akibat yang telah terjadi (Nursalam, 2003).
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi merupakan seluruh subyek atau objek dengan karakteristik
tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2003). Populasi penelitian ini adalah semua
anak balita dan orang tua anak balita, dimana anak balita tersebut sedang
menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa,
dengan jumlah populasi 97 anak balita ( 50 kasus dan 47 kontrol ).
Sampel adalah bagian dari populasi yang akan diteliti atau sebagian
jumlah dari karakteristik yang dimiliki. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini dengan menggunakan teknik Non Random Sampling jenis
Sampling Jenuh yaitu cara pengambilan sampel dengan mengambil anggota
populasi semua menjadi sampel (Nursalam, 2003), dengan kriteria inklusi
sebagai berikut : Anak dan orang tua, dimana anak tersebut sedang menjalani
pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa, anak berumur
dibawah 5 tahun, dan bersedia menjadi subyek penelitian. Sedangkan kriteria
eksklusinya adalah : tidak memiliki KMS dan orang tua atau keluarganya tidak
ada yang mengingat sama sekali tanggal lahir dan imunisasi yang sudah
diberikan, dan tidak bersedia menjadi subyek penelitian.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Kasus dalam penelitian ini adalah anak balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada bulan Mei 2007 sampai dengan Juni 2007,
Sedangkan kontrolnya anak balita yang tidak menderita penyakit Tuberkulosis
paru dan sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa. Dari 50 kasus yang diambil terdapat 3 anak balita yang masuk dalam
kriteria eksklusi, dengan demikian sample yang diperoleh tepat 94 anak yang
terdiri dari 47 kasus dan 47 kontrol.
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa, dengan alamat Jln. Kartini No. 20 Ambarawa Kabupaten Semarang
50611, pada bulan Mei-Juni 2007. Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa diambil sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan lokasi cukup
dekat dengan tempat tinggal peneliti dan dapat mewakili seluruh populasi.
Instrument Penelitian
Alat ukur dan alat Bantu yang dipakai yaitu kuesioner untuk wawancara,
dilengkapi dengan Kartu Menuju Sehat (KMS) untuk cross-check tanggal lahir
dan imunisasi yang telah diberikan. Kuesioner merupakan sejumlah pertanyaan
tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti
laporan tentang pribadinya atau hal – hal yang diketahui (Arikunto, 2006).
Kuesioner untuk mengukur variabel pemberian imunisasi BCG dan variabel
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kejadian tuberkulosis paru pada anak, peneliti menggunakan kuesioner
berbentuk pertanyaan tertutup (Closed Ended) jenis Dichotomous Choice, yaitu
pertayaan yang hanya menyediakan 2 jawaban/alternatif, dan responden hanya
memilih satu diantaranya (Arikunto, 2006).
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan dengan mengisi kuesioner yang berbentuk
pertanyaan tertutup yang diberikan kepada orang tua balita yang memenuhi
sampel. Bila ada responden yang menolak terlibat atau berpartisipasi dalam
penelitian, peneliti mencari pengganti yang sesuai dengan kriteria sampel. Ada
dua macam data yaitu : Data Primer, diperoleh secara langsung dari responden
secara langsung dari responden melalui penyebaran kuesioner kepada orang tua
anak balita yang menjadi sampel penelitian. Hasil penyebaran kuesioner tersebut
dicatat dalam lembar jawab kuesioner dan selanjutnya dilakukan pengkodean
untuk mempermudah analisa data, untuk mendapatkan kasus dilakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Sedangkan kontrol diperoleh dengan melakukan
penyebaran kuesioner kepada orang tua balita yang menderita penyakit selain
Tuberkulosis paru anak yang sedang menjalani pengobatan di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa. Kedua, Data sekunder didapat dari register anak
di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa yang meliputi nama, jenis
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
kelamin, tempat dan tanggal lahir, nama orang tua, alamat rumah, dan status
kesehatan anak balita.
Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data secara kuantitatif, yaitu :
Analisis Univariat untuk menggambarkan karakteristik masing – masing variabel
yang diteliti dengan menggunakan distribusi frekuensi. Analisis Bivariat untuk
mengidentifikasi ada tidaknya hubungan variabel bebas (pemberian imunisasi
BCG) dengan variabel terikat (kejadian Tuberkulosis paru pada anak). Uji
statistik yang digunakan adalah Rasio Odds ( Ψ ) dengan Interval kepercayaan
95% (Riwidikdo, 2006). Adapun formulasi Rasio Odds (OR) adalah sebagai
berikut :
Proporsi kelompok kasus yang terkena
Rasio Odds () pajanan
=
Proporsi kelompok kontrol yang terkena
pajanan
Adapun cara menarik kesimpulan nilai rasio odds adalah sebagai berikut :
Pertama, apabila OR > 1, artinya mempertinggi resiko. Kedua, apabila OR = 1,
artinya tidak terdapat asosiasi/hubungan. Ketiga, OR < 1, artinya mengurangii
resiko.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
HASIL PENELITIAN
Gambaran Umum Responden
Penelitian ini dilakukan di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007, dengan jumlah responden 94
yang terdiri dari 47 responden sebagai kasus dan 47 responden sebagai kontrol.
Adapun karakteristik responden berdasarkan umur dan jenis kelamin dapat
dijelaskan sebagai berikut :
Penderita Tuberkulosis paru pada anak balita yang menjadi subyek
penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa sebagian besar
berumur ≤ 3 tahun (68%) (tabel 1). Penderita Tuberkulosis paru pada anak
balita yang menjadi subyek penelitian di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa sebagian besar berjenis kelamin laki-laki (60%) (tabel 2).
Berdasarkan hasil tabulasi untuk pemberian imunisasi BCG dari 94
responden (47 kasus dan 47 kontrol), dapat dijelaskan bahwa sebanyak 91
responden (96,8%) dan yang tidak mendapat imunisasi BCG sebanyak 3
responden (3,2%) (Tabel 3).
Responden yang menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47 responden
(50%) dan responden yang tidak menderita Tuberkulosis Paru sebanyak 47
responden (50%) (tabel 4).
Analisis Bivariat dengan melihat nilai Rasio Odds (OR) dengan interval
kepercayaan (CI) 95% yang dilakukan dengan tabulasi silang (crosstab) dalam
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Descriptive Statistik. Adanya hubungan antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini ditunjukkan dengan
nilai OR < 1 yaitu, OR= 0,489 pada variabel pemberian imunisasi BCG dengan
interval kepercayaan batas bawah 0,043 dan batas atas 5,586 (tabel 5). Berikut
ini disajikan tabulasi 1 sampai dengan 5 yang ditampilkan secara .berurutan :
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan umur di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Umur Kasus Kontrol Total
N % N % N %
≤ 3
tahun
32 68 19 40 51 54
> 3
tahun
15 32 28 60 43 46
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 2. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di Balai
Pengobatan Penyakit Paru-paru Ambarawa
pada tanggal 14 Mei – 12 Juni 2007
Jenis Kasus Kontrol Total
kelamin N % N % N %
Perempuan 19 40 22 47 41 44
Laki – laki 28 60 25 53 53 56
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 3. Pemberian Imunisasi BCG pada balita di Balai Pengobatan
Penyakit Paru-paru Ambarawa
Pemberian Imunisasi BCG Frekuensi %
Imunisasi BCG
Tidak Imunisasi BCG
91
3
96,8%
3,2%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Tabel 4 Kejadian Tuberkulosis Paru yang didapat dari register anak
balita balita di Balai Pengobatan Penyakit Paru-paru
Ambarawa
Kejadian Tuberkulosis Paru Frekuensi %
Tuberkulosis Paru
Tidak Tuberkulosis Paru
47
48
50%
50%
Total 94 100%
Sumber : data primer, tahun 2007
Tabel 5. Hasil Analisis Bivariat Hubungan Pemberian Imunisasi BCG
dengan Kejadian Tuberkulosis Paru
Pemberian
Imunisasi BCG
kasus kontrol Total OR (95%
CI)
N % N % N %
Imunisasi BCG 45 96 46 98 91 97 0,489
Tidak Imunisasi
BCG
2 4 1 2 3 3 (0,043 -
5,586)
Total 47 100 47 100 94 100
Sumber : Data Primer dan Data Sekunder, , tahun 2007
Pembahasan
Imunisasi BCG.
Berdasarkan hasil penelitian bahwa sebagian besar responden
mendapatkan imunisasi BCG yaitu sebanyak 91 responden (96,8%). Hal ini
berarti responden tersebut telah diberikan imunisasi BCG. Pemberian imunisasi
BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang dianalisa untuk memprediksi
kejadian TB paru pada anak. Pemberian imunisasi BCG dapat melindungi anak
dari meningitis TB dan TB Milier dengan derajad proteksi sekitar 86%(Wahab,
2002). Pada hal ini menimbulkan hipotesis bahwa BCG melindungi terhadap
penyebaran bakteri secara hematogen, tetapi tidak mampu membatasi
pertumbuhan fokus yang terlokalisasi seperti pada TB Paru. BCG yang
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
melindungi anak dari lepra dengan perkiraan kemampuan proteksi bervariasi dari
20% di Birma sampai 80% di Uganda (Wahab, 2002).
Kejadian Tuberkulosis Paru.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan peneliti mengambil 47 responden
yang menderita TB Paru. TB Paru merupakan penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh Mycobacterium Tuberkulosis yang menyerang paru (Utama,
2003). Kuman ini berbentuk batang mempunyai sifat khusus yaitu tahan
terhadap asam pada pewarnaan sehingga dikenal Basil Tahan Asam(BTA).
Penderita TB BTA positif sebagai perantara penyebaran kuman ke udara dalam
bentuk droplet (percikan darah) pada waktu batuk dan bersin (Depkes RI, 2002).
TB pada anak didasarkan atas gambaran klinis, gambaran foto rontgen dada dan
uji tuberkulosis. Sehingga harus memperhatikan hal-hal yang mempunyai
sejarah berkaitan erat dengan penderita TB BTA psitif, tes tuberkulosis yang
positif (>10mm). Gambaran foto rontgen sugestif TB, terdapat reaksi kemerahan
lebih cepat (dalam 3-7 hari) setelah imunisasi BCG. Batuk lebih dari 3 minggu,
sakit dan demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas, berat badan turun
tanpa sebab yang jelas atau tidak naik dalam satu bulan meskipun sudah
dengan penanganan gizi yang baik, serta gejala-gejala klinis spesifik (pada
kelenjar limfe, otak, tulang dan lain-lain), (Depkes, RI, 2002).
Tuberkulosis Paru yaitu Tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru
dibagi menjadi : 1) TB paru BTA positif : bila sekurang-kurangnya 2 dari 3
spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif, atau satu spesimen dahak SPS
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran TB aktif. 2)
TB paru BTA negatif : bila pemeriksaan 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA
negatif dan foto rontgen dada menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif. Hal ini
dikarenakan kejadian TB dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain: umur, jenis
kelamin, imunisasi BCG, status gizi, Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR), Air Susu
Ibu (ASI), pendidikan Ibu, kebiasaan merokok dalam keluarga (Depkes RI,
2002).
Hubungan Antara Pemberian Imunisasi BCG dengan Kejadian TB Paru
Pada Anak Balita.
Pemberian imunisasi BCG merupakan bagian dari faktor imunisasi yang
dianalisis untuk memprediksi kejadian tuberkulosis paru anak. Dari hasil analisis
diketahui ada 45 kasus (96%) yang mendapat imunisasi BCG dan 2 kasus (4%)
yang tidak mendapat imunisasi BCG. Secara statistik variabel tersebut
menunjukkan hubungan yang bermakna. Pada analisis Bivariat didapatkan Rasio
Odds (RO) pada interval kepercayaan (CI) 95% sebesar 0,489 yang berarti anak
penderita Tuberkulosis Paru tidak mendapatkan imunisasi BCG lebih besar
0,489 kali dibanding anak yang tidak menderita Tuberkulosis Paru. Dengan
demikian hipotesis penelitian diterima.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penemuan Briassoulis (2005) bahwa
imunisasi BCG tidak sepenuhnya melindungi anak dari serangan Tuberkulosis
Paru, juga teori Utama (2003) bahwa tingkat efektivitas vaksin BCG 70-80% bisa
melindungi sebagian besar rakyat dari kuman Tuberkulosis.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Penelitian Pizzo dan Wilfert (1994) dapat disimpulkan bahwa sel – sel
Imunokompeten tubuh telah terbentuk sempurna pada waktu bayi lahir, maka
dengan memberikan vaksinasi BCG lebih dini akan menimbulkan respon imun
yang lebih dini pula, terutama respon imun seluler bukan respon imun humoral.
Karena respon imun berkaitan erat dengan kemampuan tubuh untuk melawan
penyakit maka hasil penelitian yang dilakukan penulis memberikan indikasi
bahwa pemberian imunisasi akan menumbuhkan daya tahan tubuh terhadap
penyakit Tuberkulosis dengan demikian dapat mencegah Tuberkulosis Paru
lebih awal.
Pada penelitian yang dilakukan penulis, anak balita yang menderita
Tuberkulosis Paru sebagian besar sudah mendapatkan imunisasi BCG karena
kebijakkan Departemen Kesehatan RI pada tahun 2002 bahwa anak yang lahir di
Rumah Sakit dan fasilitas kesehatan yang memadai imunisasi BCG diberikan
segera setelah lahir.
Anak balita yang tidak imunisasi BCG diperoleh dari anak yang bertempat
tinggal jauh dari fasilitas kesehatan yang memadai dan orang tua lupa atau tidak
mengetahui informasi tentang imunisasi BCG terhadap anaknya yang
seharusnya diberikan Imunisasi BCG dalam masa inkubasi (setelah lahir atau
sampai umur 2 bulan).
Anak yang telah diberikan imunisasi BCG (ada jaringan parut atau scar
pada lengan kanan) dan ternyata menderita Tuberkulosis Paru besar
kemungkinan karena anak telah terinfeksi kuman Tuberkulosis sebelum
diberikan Imunisasi BCG atau anak menderita Tuberkulosis Paru karena faktorJURNAL
KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
faktor lain yang tidak diteliti oleh peneliti seperti status gizi, bayi berat lahir
rendah, air susu ibu (ASI), pendidikan ibu, dan kebiasaan merokok dalam
keluarga.
Berdasarkan hasil analisis Bivariat ternyata anak balita yang tidak
imunisasi BCG sangat berperan terhadap hubungan pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita. Hal ini dapat
diinterpretasikan bahwa anak yang tidak imunisasi BCG mampu meningkatkan
kejadian Tuberkulosis paru pada anak balita (OR=0,489; 95% CI= 0.043 - 5,586).
Anak balita yang tidak imunisai BCG mempunyai kecenderungan mengalami
Tuberkulosis Paru sebesar 0,489 kali dibanding anak balita yang mendapatkan
imunisasi BCG. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa imunisasi BCG dapat
mengurangi resiko kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
KESIMPULAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan
bahwa hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut : Pertama, Anak balita yang
berobat di Balai Pengobatan Penyakit Paru - paru Ambarawa, sebagian besar
responden diberikan imunisasi BCG. Kedua, Kejadian Tuberkulosis paru
sebagian besar terjadi pada anak yang tidak diberikan imunisasi BCG. Ketiga,
Ada hubungan yang bermakna secara statistik antara pemberian imunisasi BCG
dengan kejadian Tuberkulosis Paru pada anak balita.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
DAFTAR PUSTAKA
Anonym, 2005, Bayi berat lahir rendah, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available:
http://www.biomed.ee.itb.ac.id/telemedika/m_balita.php?table=bblr.
Arikunto, S, Prof, Dr, 2002, Prosedur penelitian suatu pendekatan praktek,
Rineke cipta, Jakarta.
Atmosukarto,k., 1993, pengaruh status gizi pada kesakitan balita karena
tuberkulosis di Indonesia, Majalah kesehatan masyarakat Indonesia, 48:8-
11.
Badan Kordinasi Keluarga Berencana Nasional, 2002-2003, Survey dmografi
dan kesehatan Indonesia, Jakarta.
Beneson, A.S., 1996 Control of communicable disease in man, 15th ed, American
Public Health Association, Washington DC.
Buor, D., 2001, Mother’s education and child hood mortality in Ghana, Health
Policy, 64:297-309, Available: http://www.sciencedirect.com.
Davies, P.D.O., 1993, Hubungan antara merokok dengan tuberculin, warta TB,
02/IX:1-7.
Departemen Kesehatan RI, 1994, Tetanus neonatorum dan bayi berat lahir
rendah, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2001, Waspadai tuberkulosis pada anak, Diambil
pada tanggal 4 Desember 2006, Available: http://www.ppmplp.depkes.go.id.
Departemen Kesehatan RI, 2002a, Pedoman Nasional Penanggulangan
tuberkulosis, cetakan ke-8, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002b, Pedoman Nasional Program Imunisasi,
Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2002c, pemantauan pertumbuhan balita, Jakarta.
Departemen Kesehatan RI, 2007, Penyebaran tuberkulosis tahun 2004, Kompas,
Jakarta
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2005, Laporan program
Penanggulangan Tuberkulosis Paru tahun 2001-2005, Semarang.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Dinas Kesehatan Kabupaten Semarang, 2006, Laporan program
penanggulangan tuberkulosis paru tahun 2005, Semarang.
Gerdunas-TBC, 2002, Program penanggulangan tuberklosis, modul-1 pelatihan
penanggulangan tuberklosis nasional, Jakarta.
Ghoto, R,G,, 1993, Why mother’s milk is best, Diambil pada tanggal 4 Juli 2006,
Available: http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
Ghufron, A., 1994, Smoking and alcohol consumtion as risk factors for
developing pulmonary tuberculosis, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.sciencedirect.com.
Hidayat, Alimul.Aziz.A., 2003, Riset keperawatan dan tehnik penulisan ilmiah,
Salemba Medika, Jakarta.
Huebner, R.E., 1993, The tuberculin skin test, Clinical Infectious Disease, &:968-
975.
Karyadi, E., 2003, Aspek gizi dan imunitas pada penderita tuberculosis, Gizi
medik Indonesia, 2(6):8-10.
Lanasari, R., 1990, Program imunisasi dan permasalahannya di Indonesia,
Cermin Dunia Kedokteran, 65:3-4.
Machfoedz, Ircham, M.S, 2005, Tehnik membuat alat ukur penelitian bidang
kesehatan keperawatan dan kebidanan, Fitramaya, Yogyakarta.
Moedjiono,A.W., 2007, penanggulangan tuberklosis, Kompas No,259.23 Maret
2007.hal 42, Jakarta.
Nursalam, 2003, Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Edisi 1, Salemba Medika, Jakarta.
Pittard, W.B., 1998, Klasifikasi bayi berat lahir rendah, Edisi bahasa Indonesia
(4):100-129, EGC, Jakarta.
Riwidikdo, H, S. Kp, 2006, Statistik Kesehatan: Belajar Mudah Teknik Analisa
Data Dalam Penelitian Kesehatan, MITRA CENDEKIA Press, Yogyakarta.
Roitt, I.M.,1997, Essential immunology, 9th ed, Blackwell Science, London.
Roth, A., 2004, Low birth wight and calmette-Guerin bacillus vaccination at birth,
Diambil pada tanggal 2 April 2007, Available:
http://www.ncbi.nlm.gov/entrez/query.fcgi.
JURNAL KESEHATAN SURYA MEDIKA YOGYAKARTA
http://www.skripsistikes.wordpress.com
Santoso, G.M., 1994, Tuberkulosis paru, pedoman diagnosis dan
terapi.Laboratorium/smf Ilmu kesehatan anak, Rumah sakit umum Dr. Soetomo,
Surabaya.
Utama, A., 2003, Tuberkulosis, Diambil pada tanggal 4 Juli 2004, Available:
http://www.infeksi,com/penyakit.
Wahab, A.Samik,, 2002, Sistem Imun Imunisasi dan penyakit imun, Cetakan
pertama, Widya Medika, Jakarta.
WHO, 1993, Breastfeeding in maternal and newborn health, Diambil pada
tanggal 21 April 2007, Available: http://www.who.int/reproductivehealth/
bublication.
WHO, 1994, TB-A global emergency, WHO report on the tuberkulosis epidemic,
(WHO/TB/94.177), Geneva.
WHO, 2002, Nutrient adequacy of exclusivebreastfeeding for the term infant
during the fist six months of life, Diambil pada tanggal 21 April 2007,
Available: http://www.int/child-adolescent-health.
WHO, 2003, global tuberculosis control: Country profil Indonesia, Diambil pada
tanggal 9 Agustus 2006, Available:
http://www.who.int/gpt/publication/index.htm.
Laporan Penjernian air secara fisika. Mk.Praktikum Kesling Smster 5. Fakultas Kesehatan masyarakat Universitas Samrstulangi Manado
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Air bersih sangat dibutuhkan dalam kehidupan sehari-hari. Air yang kita ambil dari sumber air biasanya masih terdapat kotoran sehingga air tampak keruh dan tidak bisa langsung kita manfaatkan.
Ada berbagai macam cara sederhana yang dapat kita gunakan untuk mendapatkan air bersih, dan cara yang paling mudah dan paling umum digunakan adalah dengan membuat saringan air, dan bagi kita mungkin yang paling tepat adalah membuat penjernih air atau saringan air sederhana. Perlu diperhatikan, bahwa air bersih yang dihasilkan dari proses penyaringan air secara sederhana tersebut tidak dapat menghilangkan sepenuhnya garam yang terlarut didalam air.
Salah satu cara mendapatkan air bersih adalah menggunakan saringan air sederhana. Pada saringan air sederhana ini menggunakan Kerikil, ijuk, dan arang. Saringan air yang kami buat ini hanya merupakan simulasi bagaimana cara untuk mendapatkan air bersih secara sederhana dan menggunakan bahan- bahan yang ada disekitar rumah kita. Pada pembuatan saringan air yang sesungguhnya tentu diperlukan bahan-bahan yang lebih banyak.
1.2 Tujuan
Pembuatan saringan sederhana ini adalah untuk membuat saringan air secara sederhana dan melakukan penanganan atau pengolahan air secara fisika, meningkatkan kualitas air bersih, untuk kebutuhan sehari-hari, pemanfaatan bahan alami untuk saringan, serta memudahkan dan mempromosikan kepada masyarakat akan adanya penyaringan air sederhana ini.
- BAHAN DAN METODE
2.1 Lokasi penelitian
Tempat pelaksanaan praktikum ini dilakukan dikampus Universitas Sam Ratulangi (UNSRAT) manado tepatnya digedung poliklinik unsrat pada tanggal 18 November 2016 pukul 10.00-12.00 WIB.
- Alat dan Bahan
- Alat
- 2 buah Ember
- Pipa ½ inc 1
- Kran 2
- Lem pipa
- Sok drak dalam
- Lem korea
- Bahan
- Tawas
- Ijuk
- Kerikil
- Pasir
- Arang
2. Cara pengujian/ pengamatan :
- Menyiapkan alat dan bahan
- Lubangi dibagian samping ember kurang lebih 5 cm dari bawah permukaan
- pasang kran kedalam lubang disamping ember ( 2 ember) dilubangi dan dimasukkan kran dan dilem sisi pinggir kran sampai melekat
- Ukur sketsa ketebalan bahan penyaringan
- Cuci bahan yang akan digunakan
- Keringkan bahan yang telah dicuci
- Kemudian masukkan kedalam ember yang pertama dengan berurutan ijuk,kerikil,pasir,arang,kerikil,ijuk kembali
- Kemudian kerikil,tawas diember yang kedua
- Setelah itu ditaru air kotor kedalam ember yang berisi kerikil dan tawas, tunggu sekitar 5 menit sampai air kotor bersama kerikil dan tawas mengendap
- Setelah mengendap air tersebut Dialirkan kedalam ember yang pertama yg berisi ijuk, kerikil, pasir, arang,kerikil dan ijuk
- Kemudian air kotor yang tadi diendapkan setelah dialirkan pada ember yang pertama hasilnya air yang keruh berubah menjadi lebih jernih dan bersih beda dari yang sebelumnya.
III. PEMBAHASAN
Dari hasil pengujian teknologi saringan air sederhana yang dilakukan, semakin tebal dan semakin banyak bahan yang digunakan maka air kotor yang disaring akan lebih bersih dari sebelumnya, dikarenakan digunakan 2 ember yang diuji pada sampel A, dilihat bahwa ember berisi lebih banyak bahan air yang dihasilkan lebih jernih daripada sampel B, ember yang hanya berisi sedikit bahan yaitu kerikil dan tawas. Teknologi saringan sederhana ini menggunakan bahan yang mudah didapat dilingkungan sekitar dan tidak menggunakan biaya yang relative mahal serta pula menghemat waktu.
Hasil yang diperoleh dari pembuatan saringan sederhana yaitu air yang semulanya keruh berubah menjadi jernih. Hal tersebut dikarenakan dalam pembuatan alat saring ketebalan tertinggi terdapat pada pasir. Pasir dapat menjernihkan air secara optimal.semakin tebal pasir yang digunakan semakin jernih air yang dikeluarkan.
Hasil penjernihan air dapat dilihat juga melalui gambar-gambar perbandingan air keruh menjadi yang jernih yang kami tampilkan dalam lampiran serta pula alat dan bahan lain yang kami gunaakan disitu jelas terlihat. Dalam penyaringan ini yang membuat perubahan pada air keruh ke jernih adapula bahan-bahan yang digunakan seperti, kerikil,ijuk arang,pasir, tawas kegunaan dari kerikil, ijuk pula yang digunakan adalah untuk menyaring material-material yang berukuran besar, contoh: daun-daun, lumut, ganggang, dan lain-lain. Sementara arang dan ijuk juga berfungsi untuk menyaring atau menghilangkan bau, warna, zat pencemar dalam air, sebagai pelindung dan penukaran resin dalam alat atau penyulingan air.
Berikut ini penjelasan mengenai fungsi dari bahan-bahan yang digunakan dalam penjernihan air secara sederhana yaitu:
- Ijuk
Memudahkan penyaringan sederhana dengan cara mekanis, ijuk berfungsi menyaring kotoran yang ukurannya lebih besar.
- Arang
Arang berfungsi untuk menyaring menghilangkan bau, warna,pencemar dalam air, sebagai pelindung dan penukaran resin dalam bahan penyaringan air
- Kerikil
Batu-batu atau kerikil berfungsi untuk menyaring material-material yang berukuran besar.
- Pasir
Pasir ini sangat efektif sebagai media penyaring agar mendapatkan air yang bersih.
- KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Dari hasil pengujian yang kelompok kami lakukan dilapangan dapat disimpulkan jika semakin tebal susunan pasir maka air saringan yang tersaring lebih lambat mengalir namun penjernihannya lebih bagus, dan debit air yang keluar semakin kecil.
SARAN
Sebaiknya kita dapat menggunakan bahan-bahan alami yang ada disekitar kita untuk hal yang bermanfaat terutama untuk kebutuhan sehari-hari, salah satunya dengan penyaringan air secara sederhana, penyaringan ini pun menghemat biaya serta praktis dilakukan dimanapun, dan dapat membantu masyarakat dalam masalah kesuliatan air bersih didesa-desa sekalipun, juga diperlukan promosi kesehatan dan tenaga kesehatan lingkungan agar informasi dan praktek yang dilakukan dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Afliar. Rani,A..Masunaga,T.2013.Assessment Erosion 3D Hazard with USLE and surfer Tool:A case study of sumani watershed un west Sumatra Indonesia.J at:http//journal. Unila. Ac.id/index.php/tropicalsoil.
Afliar.Saidi,A.Husnain.Indra,R.Darmawan.Harmailis,Somura,H.Wakatsuki,T.Masunaga,T.2010.Soil erosion characterization in an agricultural watershed in west Sumatra,Indonesia.
LAMPIRAN
ALAT DAN BAHAN
Gambar :


Gambar : ember,Tawas, ijuk, arang, lem, solder
Gambar: Proses pemasangan Kran Gambar : Pembersihan Pasir

Gambar : Pembersihan Ijuk
Gambar : Proses Pembuatan Penyaringan Air
Gambar : Air yang belum disaring Gambar perbandingan Air keruh sebelah kiri dan sebelah kanan yg telah disaring menjadi air yg lebih jernih
Gambar Dokumentasi Kelompok 10
Langganan:
Komentar (Atom)